: KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KARIES GIGI PERLU MEMPERHATIKAN MODEL KONTEKSTUAL DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN YANG BERSIFAT SPESIFIK LOKAL
Selasa, 31 Juli 2012, 15:30
Karies gigi bila dibiarkan menjadi mahal, dan merupakan salah satu penyakit yang paling membebani negara. Upaya pencegahan penyakit karies gigi tidak optimal bila hanya mengandalkan edukasi untuk mengubah perilaku. Pernyataan ini dikemukakan Zaura Anggraeni pada disertasi doktornya yang berhasil dipertahankan dalam Sidang ujian terbuka promosi program doktor Universitas Indonesia pada 31 Juli 2012. Ditandaskannya, hal ini karena karies gigi mempunyai etiopatogenesis yang kompleks. Dengan mengacu pada model kontekstual karies gigi yang memperlihatkan berbagai faktor risiko diharapkan dapat diidentifikasi faktor spesifik lokal yang mampu memberikan daya ungkit bagi upaya perbaikan kesehatan gigi secara lebih efektif dan efisien. Pada disertasi yang berjudul Model Kontekstual Karies dan Implikasi Kebijakan di Indonesia, dilakukan penelitian terhadap 10 kabupaten/kota dengan tingkat karies tertinggi dan terendah di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007. Hasil pemodelan multilevel menunjukkan, adanya perbedaan pada jenis variabel yang terbukti bekonstribusi terhadap rata-rata karies gigi pada kabupaten/kota dengan karies tinggi dan rendah. Selanjutnya hal ini perlu diperhatikan dalam penetapan kebijakan di bidang kesehatan gigi.
Pada kabupaten/kota dengan tingkat karies tinggi, karakterisik model kontekstual ditentukan oleh variabel jenis kelamin laki-laki, tidak bekerja, tingkat pendidikan kepala keluarga yang rendah, sering mengkonsumsi makanan manis, dan status ekonomi keluarga miskin serta tidak miskin. Sedangkan pada kabupaten/kota dengan tingkat karies rendah, variabel yang berpengaruh meliputi jenis kelamin perempuan, pekerjaan (tidak bekerja dan pekerja non formal), memanfaatkan pelayananan kesehatan, dan status ekonomi keluarga miskin serta mendekati miskin. Kemudian secara keseluruhan pada kabupaten/kota baik dengan tingkat karies tinggi maupun rendah, variabel yang berpengaruh adalah jenis kelamin perempuan, umur, pendidikan anggota rumah tangga yang rendah, pekerjaan (tidak bekerja), dan perilaku menyikat gigi.
Selanjutnya dikemukakan, dalam menyusun kebijakan nasional dengan fokus intervensi perilaku menggosok gigi yang selama ini dilakukan, ternyata kurang memberikan hasil yang optimal. Dalam menetapkan kebijakan berarti harus ada faktor lain yang perlu ditambahkan untuk turut pula diintervensi. Temuan pada penelitian ini menunjukkan perlunya mempertimbangkan perbedaan faktor kontekstual determinan sosial yang berperan terhadap karies gigi dalam perencanaan penanggulangan dan pencegahan karies gigi. Dengan demikian diperlukan intervensi berdasarkan perbedaan model kontekstual hasil analisis multilevel yang menemukan terdapatnya determinan sosial yang terbukti berkonstribusi. Implikasinya, pada kebijakan kesehatan gigi perlu diperhatikan variabel usia, perilaku, status sosial ekonomi, gender, dan pendidikan, serta juga perlunya peran profesi kedokteran gigi. Upaya lain yang tidak kalah penting adalah memajukan penelitian kesehatan gigi dan mulut yang berkaitan dengan sistem determinan sosial dengan mencakup lebih banyak variabel yang berasal dari level individu, keluarga, maupun kewilayahan yang lebih beragam.
Dalam sidang ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung di aula FKG UI, dilancarkan pertanyaan gencar dan kritis yang diajukan para penguji. Namun dengan gamblang promovenda menjawabnya untuk mempertahankan disertasinya yang disusun dibawah bimbingan Prof Dr drg Budiharto SKM selaku promotor dan kopromotor Adang Bachtiar dr MPH DS. Pada akhir sidang, dekan FKG UI, Prof drg Bambang Irawan PhD, selaku pimpinan sidang mengumumkan hasilnya yakni, promovenda Zaura Anggraeni dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan berhak menyandang gelar doktor.
Dengan keberhasilannya, Dr drg Zaura Anggraeni MDS menghaturkan rasa haru dan terima kasih yang tak terhingga pada semua pihak yang telah membantunya hingga berhasil mencapai prestasi jenjang tertinggi di bidang keilmuan. Dikemukakannya, capaian ini merupakan hasil dari usaha yang panjang dan penuh tantangan, apalagi dalam kesibukannya sebagai ketua PB PDGI. Semoga prestasi yang telah diraihnya dapat lebih meningkatkan lagi darma bakti yang selama ini telah dilakukannya demi kemajuan profesi kedokteran gigi serta nusa bangsa Indonesia.