Secara fungsional, gigi berperan penting dalam
kinerja mulut dan proses pencernaan. Pasalnya, tanpa memiliki gigi yang
lengkap, kenyamanan dalam berbicara dan makan dapat terganggu. Secara
emosional, memiliki gigi yang rapi, kuat, dan bersih adalah impian
setiap orang. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam
berinteraksi dan bersosialisasi.
Lantas, bagaimana dengan mereka yang telah kehilangan beberapa gigi
asli? Bagi masyarakat Indonesia sendiri, gigi tiruan masih menjadi
pilihan utama. Hal ini terbukti dari sebuah penelitian bahwa 14%
masyarakat Indonesia adalah pengguna gigi tiruan, dengan usia 15 tahun
ke atas. “Diperkirakan ada sekitar 25 juta pengguna gigi tiruan di
Indonesia,” ungkap Lody Lukmanto, Senior Brand Manager Oral Care
GlaxoSmithKline (GSK).
Gigi tiruan digunakan oleh banyak orang, namun ironisnya tidak semua
pengguna gigi tiruan mengetahui cara beradaptasi, menjaga, dan
menggunakan gigi tiruan dengan maksimal. Alhasil, pengguna gigi tiruan
memiliki rasa tidak nyaman dalam beraktivitas sehari-hari.
Berdasarkan penelitian, sebanyak 41%–86% pengguna gigi tiruan
mengeluhkan adanya partikel makanan yang terjepit di antara gigi tiruan
dan gusi, sehingga menimbulkan bau mulut, nyeri, dan iritasi. Masalah
makanan terselip maupun gigi tiruan yang goyang saat berbicara dialami
oleh hampir semua pengguna gigi tiruan. Oleh karena itu, pengguna gigi
tiruan perlu mengetahui cara menjaga kestabilan gigi tiruan, kesehatan,
dan kebersihan mulut.
Guna menjawab kebutuhan konsumen tersebut, GSK sebagai perusahaan
farmasi dan kesehatan terkemuka menghadirkan solusi praktis dan aman
dalam produk Polident, yaitu krim perekat gigi tiruan yang mengandung sodium carboxy methylcellulose—bahan perekat dan peppermint yang memberikan kesegaran—sehingga membuat pengguna gigi tiruan yang menggunakan Polident tidak mengalami masalah bau mulut.
Krim perekat gigi tiruan Polident dapat diaplikasikan pada 2–3 titik
di permukaan basis gigi tiruan, tahan sebentar kemudian dapat
dipasangkan. Rekomendasi penggunaannya adalah cukup satu sekali sehari
karena, satu kali aplikasi Polident mampu memberikan daya cekat selama
8–12 jam dengan daya cekat berbeda-beda bagi tiap pengguna—tergantung
pada frekuensi aktivitas yang dilakukan dengan mulut pengguna, seperti
makan dan minum.
Lody menegaskan, Polident tidak ditujukan untuk mengoreksi gigi
tiruan yang tidak pas, namun hanya untuk meningkatkan performa gigi
tiruan yang pas di mulut agar kesehatan dan kebersihan mulut terjaga.
Keunggulan krim perekat gigi tiruan Polident dapat meningkatkan daya
kunyah dan mencegah hingga 74% terselipnya partikel makanan ke dalam
rongga antara gusi dan gigi tiruan yang menyebabkan iritasi gusi. Sebesar
67% pengguna gigi tiruan penuh dan 62% pengguna gigi tiruan sebagian
tidak merasakan pergeseran selama pemakaian Polident.
Bagi GSK, berkiprah di bisnis krim perekat gigi tiruan bukanlah
sesuatu yang baru. Ini lantaran Polident telah dipasarkan sejak tahun
1945 di beberapa negara selain Indonesia. Diakui Lody, meski baru
diluncurkan belum lama ini, produk Polident sudah ada di Indonesia sejak
beberapa tahun lalu. Namun, pemasarannya masih terbatas. Oleh karena
itu, GSK berniat menggenjot penjualannya, menimbang potensi bisnis krim
perekat gigi tiruan di Indonesia masih sangat besar—dilihat dari
besarnya pengguna gigi tiruan dan masih sedikitnya pesaing.
Disayangkan Lody, meski pangsa pasarnya sangat terbuka, perilaku
pengguna gigi tiruan di Indonesia menganggap kendala seperti kesulitan
saat makan, berbicara, dan tertawa, sebagai sesuatu yang lumrah sebagai
konsekuensi menggunakan gigi tiruan.
Menyikapi permasalahan tersebut, tim GSK telah melakukan berbagai
program edukasi melalui berbagai aktivitas komunitas di beberapa kota
besar di Indonesia. Selain itu, khusus informasi, GSK membuka layanan
suara konsumen Polident dan care givers. “Program ini bertujuan
meningkatkan kesadaran masyarakat akan solusi atas kendala dalam
menggunakan gigi tiruan dan membantu proses membuat keputusan pemilihan
suatu produk yang sesuai dan tepat,” pungkas Lody.