Suara.com - Baru-baru ini, PB Persatuan Dokter Gigi Indonesia atau PDGI meminta pemerintah mengkaji ulang besaran kapitasi pelayanan kesehatan gigi.
Pasalnya, besaran kapitasi yang ditetapkan sejak era BPJS Kesehatan
empat tahun silam sudah tidak bisa diterapkan di era saat ini.
Disampaikan Dr. drg. R. M. Sri
Hananto Seno, Sp.BM (K)., MM selaku Ketua PB PDGI, penerapan asuransi
BPJS membuat pasien membludak. Jika sebelum era BPJS peserta asuransi
yang mengunjungi dokter gigi hanya 0,5 persen, maka sekarang mengalami
peningkatan hingga 2,5 persen.
Cukup positif memang jika program BPJS membuat masyarakat menjadi peduli
untuk memeriksakan kesehatan rongga mulutnya ke dokter gigi. Namun
menurutnya, hal ini tidak diikuti dengan langkah promotif preventif
sehingga dokter gigi kewalahan dalam melayani pasien.
"BPJS Kesehatan harusnya ada program preventif promotif, tapi ini
tidak ada. Meski bagus kepedulian masyarakat ke dokter gigi, tapi untuk
para dokter gigi agak masalah karena kapitasi hanya Rp 2 ribu. Semakin
banyak yang berobat, maka semakin tinggi biaya yang ditanggung dokter
gigi," ujar drg. Seno dalam temu media di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Ia menambahkan, tak mungkin para dokter
gigi mengorbankan kualitas pelayanan karena dapat membahayakan pasien.
Untuk itu, ia mengimbau agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Kesehatan, untuk mengkaji ulang biaya kapitasi sehingga tidak memberatkan para dokter gigi.
"Tidak mungkin kita minta pengurangan kemanfaatan. Kasihan pasien BPJS.
Jadi kita hanya minta supaya barang atau bahan yang dipakai dokter gigi
bisa tertutupi dengan biaya kapitasi. Kita minta Kemenkes menghitung
berapa kenaikan kapitasi yang tepat. Sudah ada janji-janji. Ini kami
minta agar dilaksanakan," tandas dia.